Kajian Wayang dan Islam dalam Bi-Weekly Forum Fakultas Adab dan Ilmu Budaya

Baru-baru ini, wayang menjadi perdebatan khalayak di jagat media sosial. Hal itu disebabkan oleh pernyataan salah seorang mubalig bahwa wayang adalah haram, tentu hal ini menimbulkan banyak respons dan memunculkan pro-kontra dari berbagai kalangan. Untuk itu, dalam usaha mencari titik temu dari perdebatan itu, Bi-Weekly Forum Fakultas Adab dan Ilmu Budaya mengadakan seminar online dengan judul “Titik Temu Wayang dan Islam dalam Rekaman Naskah Kuna.” Diskusi ini dilaksanakan pada Jumat, 25 Februari 2022 yang dipandu oleh Muhammad Bagus Febriyanto,M.Hum., sebagai moderator.

Rudi Wiratama, S.I.P.,M.A, praktisi pedalangan dan dosen Sastra Jawa UGM, pembicara dalam diskusi ini, menyatakan bahwa isu tentang budaya nusantara yang telah eksis sekitar 1500 SM ini bukan hal yang baru, sebab telah banyak dipersoalkan di masa lalu. Dia menambahkan bahwa budaya seperti wayang atau yang lainnya sering diadili semena-mena oleh kelompok tertentu, dan tidak mendapatkan hak jawab untuk mendudukkan persoalan mengenai posisinya. Di sini, Rudi menekankan pentingnya peran akademisi untuk mempelajari serta melestarikan wayang sebagaimana fungsinya sebagai salah satu budaya khas Indonesia. Mereka harus menggali tidak hanya nilai klasik, tetapi juga nilai kekinian dari Wayang.

Budaya yang dinobatkan oleh UNESCO sebagai Masterpiece of Oral and Intangible Heritage of Humanity atau warisan mahakarya dunia yang tak ternilai dalam seni bertutur asli Indonesia ini memang sangat terkait dengan Sunan Kalijaga, yang mana dia menjadikan wayang sebagai media dakwah untuk menyebarkan agama Islam. Rudi sekali lagi menegaskan bahwa dalam cerita wayang mengalami dinamika yang sama sekali berbeda dari zaman ke zaman, mulai dari era masa Hindu-Budha, hingga Islam, sehingga pada akhirnya, wayang banyak mengandung nilai sufistik serta sangat berkelindan dengan ajaran tarekat-tarekat, sebab dalang rata-rata adalah pengikut tarekat seperti Rifa’iyah, Sattariyah, dan Naqsyabandiyah. Pada akhirnya, wayang harus dinilai dari sudut pandang yang lebih luas, sebab penilaian yang atomistik akan menyebabkan realitas akan miskin makna. Wayang sebagai budaya yang telah ada sejak era klasik telah mengalami dinamika dan selalu terikat dengan nilai-nilai budaya dari berbagai kepercayaan yang ada, dengan redaksi yang lebih bijak, Rudi menyimpulkan bahwa wayang adalah entitas yang diakomodasi dalam ajaran Islam.