Seminar Nasioanal

Indonesia merupakan negara kepulauan yang mencakup lebih dari 17.000 pulau yang dihuni oleh kurang lebih 255 juta penduduk yang tersebar dari sabang hingga merauke. Angka ini menunjukkan angka populasi yang besar dan menjadikan Indonesia menjadi negara ke-4 dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia. Populasi yang besar yang tersebar di pulau-pulau ini mengimplikasikan keberagaman budaya, etnis, agama maupun bahasa. Yogyakarta sebagai salah satu provinsi di Indonesia merupakan daerah yang memiliki karakteristik khusus sebagai daerah yang dikenal dengan Daerah Istimewa.

Keistimewaan Yogyakarta ini terkait dengan cikal bakal terbentuknya wilayah Yogyakarta yang merupakan metamorfosis dari Pemerintahan Negara Kesultanan Yogyakarta dan Pemerintahan Negara Kadipaten Pakualaman. Sebagai metamorfosis dari dua pemerintahan, dimana dua pemerintahan ini berdasar Parentah Jawi yang dipimpin oleh Pepatih Dalem untuk Negara Kesultanan Yogyakarta, dan Pepatih Pakualaman untuk Negara Kadipaten Pakualaman, maka menjadikan wilayah Yogyakarta sangat kental dengan budayanya. Berdasar keisitimwaan inilah, maka pada tahun 1948, pemerintah Indonesia mengeluarkan UU Nomor 22 Tahun 1948 yang menjadi landasan UU Nomor 3 Tahun 1950 mengenai pembentukan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

Dengan keistimewaan yang dimiliki oleh DIY, maka untuk menguatkan keistimewaan yang menjadi ciri khusus dari DIY, pemerintah DIY melalui program kerjanya mencoba mengangkat budaya lokal yogyakarta yang kental nuansa keraton dan keislamannya untuk digali dan diolah sebagai daya tarik wisata dan penguatan nilai-nilai pelayanan di Masyarakat. Program kerja ini dituangkan dalam bentuk konsep Sumbu Filosofis Yogyakarta dengan pendekatan Sangkan Paraning Dumadi.

Dalam rangka mengembangkan dan menggali dan mengembangkan potensi budaya lokal di Indonesia khususnya di Yogyakarta sebagai upaya menguatkan kembali yogyakarta sebagai Daerah Istimewa yang kental dengan budaya lokal yang dekat dengan nilai-nilai keislaman, maka Fakultas Adab dan Ilmu Budaya pada hari Rabu, 10 Oktober 2018 melaksanakan seminar nasional dengan tema “Penggalian dan Pengembangan Potensi Sejarah Islam Lokal Indonesia”. Tujuan dari pelaksanaan seminar ini sebagaimana disampaikan oleh Ketua Panitia Pelaksana Seminar Nasional, Dr. Syifaun Nafisah., ST.,MT adalah sebagai upaya Fakultas Adab dan llmu Budaya UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta untuk ikut melestarikan dan mengembangkan potensi budaya lokal khususnya di Yogyakarta yang dari tahun ke tahun semakin luntur sebagai akibat terjadinya akulturasi budaya. Pelaksanaan seminar nasional ini menjadi salah satu upaya mengingatkan kembali generasi muda untuk kembali menghidupkan budaya lokal, khususnya Yogyakarta agar nilai-nilai luhur budaya jawa dapat terus dipertahankan.

Dalam kesempatan ini, Seminar Nasional Fakultas Adab dan Ilmu Budaya menghadirkan 2 narasumer, Marrick Bellen., M.A dari Koninklijk Instituut voor Taal-, land- en Volkenkunde (KILTV Jakarta) dan Hairullah Ghazali., S.E., MBA dari Lembaga Sertifikasi Usaha Pariwisata Bhakti Mandiri Wisata Indonesia. Dalam pemaparannya Hairullah Ghazali., S.E., MBA memaparkan pentingnya penggalian budaya lokal guna menguatkan nilai-nilai pelayanan di masyarakat. Budaya lokal pada kesultanan Yogyakarta yang sangat kental dengan nuansa keislaman dan Jawa juga menjadi salah satu potensi daya tarik wisata yang jika dikelola dengan baik akan menjadi daerah destinasi wisata yang sarat dengan nilai budaya dan pendidikan. Selain itu, Marrick Bellen., M.A., memaparkan tentang kondisi umat islam di wilayah Eropa. Dalam pemaparannya, wilayah-wilayah di Eropa mengalami sebuah fenomena yang mengarah pada islam Phobia. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk memberikan pemahaman bahwa islam bukanlah agama yang radikal, maka menciptakan destinasi wisata yang menunjukkan luhurnya nilai-nilai keislaman akan menjadi sebuah pintu gerbang untuk mengubah paradigma islam bagi wisatawan mancanegara khususnya dari Eropa. Kondisi ini terbukti efektif. Menurut Marrick Bellen., M.A., wisatawan yang mengunjungi Indonesia sebagai tujuan destinasi wisata, lebih memiliki pemahaman yang positif mengenai islam. Melalui kunjungan ke Indonesia yang sebagian besar masyarakatnya beragama islam, mampu mengubah paradigma wisatwan mengenai islam yang sesungguhnya. Terlebih Yogyakarta sebagai daerah destinasi wisata yang keberadaannya tidak dapat dipisahkan dari nilai-nilai keislaman dalam kehidupan sosial budaya masyarakatnya.

Pada akhir pemaparan, kedua narasumber kembali mengingatkan untuk selalu menggali dan mengembangkan budaya lokal sebagai salah satu sumber kekayaan suatu wilayah. Hal ini dikarenakan pengembangan dan penggalian potensi budaya secara tidak langsung akan berpengaruh positif terhadap masyarakat sekitar, baik dari sisi perekonomian, behaviour maupun dari sisi layanan terhadap masyarakat. Salah satu inovasi yang dapat digagas, salah satunya adalah mengembangkan destinasi wisata dengan konsep ‘go-digital’. Konsep go digital tersebut akan menimbulkan dampak positif jika didukung oleh masyarakat setempat dalam mengembangkan potensi budaya lokal setempat.